BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Kreativitas melahirkan pencipta besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan karya-karya spektakulernya. Seperti Bill Gate si raja microsof, JK Rolling dengan novel Harry Poternya, Ary Ginanjar dengan ESQ (Emotional & Spiritual Question) , penulis Pramudia Anatatur dengan karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu, penyanyi Kris Dayanti, Melly Goeslow, Seniman Titik Puspa, dll. Apa yang mereka ciptakan adalah karya orisinil yang luar biasa dan bermakna, sehingga orang terkesan dan memburu karyanya.
Setiap orang memiliki potensi kreatif dalam derajat yang berbeda-beda dan dalam bidang yang berbeda-beda. Potensi ini perlu dipupuk sejak dini agar dapat diwujudkan. Untuk itu diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong, baik dari luar (lingkungan) maupun dari dalam individu sendiri. Dalam pengembangan kreativitas kita bertitik tolak dari karakteristik kreativitas yang perlu di pupuk pada setiap orang yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individual, serta menciptakan suasana yang menjamin keamanan dan kebebasan psikologi untuk mengungkapkan kreatif setiap orang di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Pembelajaran di sekolah, kegiatan di rumah dan di luar sekolah memnungkinkan sesorang untuk menyibukan dirinya secara kreatif (proses).
Kebutuhan akan kreativitas dirasakan dalam semua aspek kehidupan manusia. Terutama dalam masa pembangunan dan era globalisasi ini, setiap individu dituntut untuk meluaskan cakrawala mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap orang terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, perlu dimulai sejak dini baik untuk perwujudan diri pribadi maupun untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Keberbakatan (giftedness) dan keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan dimilikinya tiga tandan (cluster) ciri-ciri yang kait mengait, yaitu kemampuan umum atau kecerdasan diatas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas sebagai motivasi internal yang cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan sumber daya yang berkualitas, ketiga karakteristik tersebut perlu ditumbuhkembangkan dalam tiga lingkungan pendidikan yaitu, keluarga, sekolah dan masyarakat.
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah yang penyusun ambil dalam tulisan ini untuk lebih fokus terhadap apa yang akan dibahas adalah,
1. Apa itu motivasi intrinsik untuk kreativitas?
2. Apa saja kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif?
3. Apa teori yang melandasi proses kreatif menurut Wallas?
4. Apa isi dari teori tentang belahan otak kanan dan kiri?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah,
1. Untuk mengetahui motivasi intrinsik untuk kreativitas.
2. Untuk mengetahui kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif.
3. Untuk mengetahui teori yang melandasi proses kreatif menurut Wallas.
4. Untuk mengetahui isi dari teori tentang belahan otak kanan dan kiri.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah,
1. Dapat menambah wawasan mengenai kreativitas.
2. Mengetahui pandangan para tokoh mengenai proses kreativitas.
3. Mengetahui teori-teori tentang kreativitas .
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Motivasi Intrinsik dari Kreativitas
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan untuk dapat mewujudkan potensi dan bakat yang dimilikinya, mewujudkan dirinya, dorongan berkembang menjadi lebih matang, dorongan mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya yang sering dikenal dengan mengaktualisasikan dirinya secara nyata. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri. Motivasi intrinsik merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi Intrinsik juga dikatakan sebagai motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).
Kreativitas setiap individu, dalam organisasi sebagai ilustrasi, ditentukan oleh tiga komponen: keahlian, keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi. Keterampilan berpikir kreatif menentukan seberapa fleksibel dan imajinatif orang-orang dalam organisasi saat menghadapi masalah. Niat dari dalam diri untuk memecahkan masalah yang ada, biasanya justru membawa pada solusi-solusi yang lebih kreatif. Ketimbang misalnya bila motivasi memecahkan masalah itu muncul atau ada karena ingin memperoleh imbalan finansial. Komponen motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Ini merupakan salah satu motivasi yang dapat dengan cepat dipengaruhi keberadaannya oleh kondisi lingkungan kerja.
Berbeda dari motivasi ekstrinsik, motivasi intrinsik berkaitan dengan keinginan dan minat dari dalam diri untuk melakukan sesuatu (internal desire) yang mulia. Orang akan lebih kreatif bila ia merasa termotivasi, utamanya oleh karena minat, kepuasan, dan tantangan dari pekerjaan itu sendiri. Jadi, termotivasi bukan karena tekanan-tekanan eksternal, seperti uang atau kendali ketat sang atasan. Mumford dan Gastafson (1988 dalam Ng Aik Kwang, 2001:4) seorang yang kreatif terbuka untuk menerima pengalaman hidup, memiliki minat dalam hidup dan tertarik untuk mendalami ide-ide yang kompleks, sehingga dapat mengembangkan dan menggunakan model mental yang kompleks untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Walaupun kerja kreatif telah dijadikan pertimbangan, namun model mental yang kompleks belum mencukupi. Karena Kreativitas sebagai ide yang abstrak dan tidak dapat diukur (untested) harus diterjemahkan menjadi tindakan yang konkret. Kreativitas dengan menggunakan teknik penilaian secara konsensus (consensual assesment technique) (Ng Aik Kwang, 2011:5).
Ambile menyatakan suatu produk atau respon disebut kreatif apabila beberapa penelitian yang sesuai secara bebas menyetujui bahwa itu disebut kreatif. Peneliti yang sesuai dalam kompetensi melukis, arsitek dalam kompetensi disain dan penulis (writers) dalam kompotensi mengarang. Dengan menggunakan teknik penilaian konsensus terhadap Kreativitas seperti tersebut di atas, Ambile dan teman-teman telah melakukan pelbagai studi empiris yang menekankan motivasi intrinsik, yang menyenangi apa yang sedang ia lakukan, dengan tingkah laku kreatif. Peran penting dari motivasi instrinsik digambarkan oleh Amabile (dalam Ng Aik Kwang, 2001:6) dalam model komponen Kreativitas yang terdiri dari tiga komponen penting:
a. Keterampilan dalam ranah yang relevan (domain-relevant skill) yang mengacu pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang berkaitan dengan ranah khusus dimana seorang yang kreatif tertarik.
b. Keterampilan yang relevan dengan Kreativitas (creativity-relevant skill) yang mengacu pada kemampuan kognisi, seperti kemampuan berpikiran divergen, sebaik seperti ciri-ciri kepribadian seperti keterbukaan terhadap pengalaman, kecondongan (penchant) mengambil resiko, toleransi yang besar terhadap kebermaknaan ganda (ambiquitas).
c. Terakhir adalah motivasi intrinsik yang mengacu pada keinginan untuk melakukan suatu tugas yang masih dipertanyakan. Tanpa adanya motivasi instrinsik ini, ia akan mengahadapi kesulitan kesulitan untuk tetap pada jalurnya atau pendapatnya, terutama dengan banyaknya hambatan yang ia hadapi, misalnya hadiah eksternal yang mempengaruhi untuk meninggalkan idenya.
Pendekatan sistem, ketiga pendekatan yang telah diuraikan di atas masih memerlukan adanya aspek kunci, karena Kreativitas tidak ada akan terjadi dalam keadaan sosial yang hampa (vacum). Sebaliknya justru terdapat hubungan yang erat antara seseorang yang kreatif dengan dunia sosialnya, dimana ia dapat menbentuk aktivitas kreatifnya.
2.2 Kondisi Eksternal
Kreativitas dapat berkembang dalam suasana non-otoriter, yang memungkinkan individu untuk berpikir dan menyatakan diri secara bebas, dan di mana sumber dari pertimbangan evaluatif adalah internal (Rogers, dalam Vernon, 1982).
Carl Rogers (dalam Vernon, 1982) menegaskan bahwa satu persyaratan utama bagi berkembangannya kreativitas suatu bangsa adalah adanya kebebasan. Kebebasan untuk berpikir, menyatakan pikiran, mencipta, yang dapat kita ringkaskan pada moyangnya segala rupa kebebasan yang menjadi hak asasi manusia, yakni adanya kebebasan melakukan pilihan (freedom of choice).
Menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreatifitas yang konstruktif.
1) Keamanan Psikologis
· Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya (memberi kepercayaan, yang dapat memberi efek menghayati suasana keamanan).
· Mengusahakan suasana yang ada didalamnya evaluasi eksternal tidak ada (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau punya mempunyai efek mengancam).
· Memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut menghayati) perasaan, pemikiran, tindakan serta dapat melihat sudut pandang, dan tetap menerimanya, memberi rasa aman.
2) Kebebasan Psikologis
Jika setiap orang memiliki kesempatan untuk bebas mengeksperiskan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya, permissiveness ini memberikan pada seseorang kebebasan dalam berpikir atau merasakan sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya. Mengekspresikan tindakan konkret perasaan-perasaannya (misalnya dengan memukul) tidak selalu dimungkinkan, karena hidup dalam masyarakat selalu ada batas-batasnya, tetapi eksperesi secara simbolis hendaknya dimungkinkan.
Menurut Simpson dalam Vernon (1982 dalam Utami Munandar 1999:28) dorongan internal merupakan: “the intiative that one manifest by his power to break away from the usual sequence pf thought”. Insitiatif yang dimanisfestasikan dengan dorongan untuk keluar dari seluruh pemikiran biasa. Mengenai dorongan dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan menekankan Kreativitas dan inovasi, kreativitas juga tidak akam berkembang dalam budaya yang terlalu menekan konformitas dan tradisi yang kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru (Utami Munandar 1999:28-29).
2.3 Teori Wallas
Teori wallas dikemukakan tahun 1926 dalam bukunya “the art of thought” (Piirto, 1992), yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu persiapan (1), inkubasi (2), iluminasi (3), dan verifikasi (4).
1) Sesorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan cara berfikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang dan sebagainya.
2) Tahap dimana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra-sadar.
3) Tahap timbulnya “insight” atau Aha-Erlebnis” saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi/gagasan baru.
4) Tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan kata lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis).
Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dari Wallas (persiapan, inkubasi, iluminasi, verifikasi) dan produk yang psikologis yang berinteraksi : hasil berpikir konvergen , memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, jika dihadapkan dengan situasi yang menuntut tindakan yaitu pemecahan masalah individu menggabungkan unsur-unsur mental sampai timbul “konfigurasi”. Konfigurasi dapat berupa gagasan, model, tindakan cara menyusun kata, melodi atau bentuk.
2.4 Teori tentang Belahan Otak Kanan-Kiri
Pendekatan psiko-biologis kreativitas adalah pembahasan yang mencoba menjelaskan kreativitas dengan berdasarkan fungsi biologis organ tubuh manusia khususnya fungsi otak. Otak besar (cortex) terbagi atas dua belahan yang dihubungkan oleh sebuah bundelan serabut yang saling menghubungkan (interconnecting) yang disebut sebagai corpus callosum. Belahan kanan korteks berfungsi untuk mengontrol tubuh bagian kiri, dan belahan kiri korteks mengontrol tubuh bagian kanan.
Belahan kiri dan kanan otak menanggapi jenis pengalaman yang berbeda dan menanggapinya secara khas. Wittrock (1980 dalam Clark, 1988) menyatakan bahwa kedua belahan otak boleh berbeda satu sama lain karena strategi pengodean yang digunakan dan bukan karena jenis informasi yang dikodekan. Menurut teori ini, belahan otak kiri bertanggung jawab bagi pemikian linear, sequential, analytic dan rational. Sedangkan pemikiran-pemikiran metaphoric, spatial, holistic merupakan tanggang jawab belahan otak kanan.
Bagan Proses Pimikiran Otak
Otak Kiri | Otak Kanan |
· Vertikal · Kritis · Strategis · Analistis | · Lateral · Hasil · Kreatif |
Keterangan:
· Berpikir Vertikal. Suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan Anda, seolah-olah Anda sedang menaiki tangga.
· Berpikir Lateral. Melihat permasalahan Anda dari beberapa sudut baru, seolah-olah melompat dari satu tangga ke tangga lainnya.
· Berpikir Kritis. Berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk.
· Berpikir Analitis. Suatu proses memecahkan masalah atau gagasan Anda menjadi bagian-bagian. Menguji setiap bagian untuk melihat bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru.
· Berpikir Strategis. Mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari semua sudut yang mungkin.
· Berpikir tentang Hasil. Meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki.
· Berpikir Kreatif. Berpikir kreatif adalah pemecahan masalah dengan menggunakan kombinasi dari semua proses.
Corteks dengan Corpus Callosum
Sumber: Clark (1988) : Growing up gifted
Perlu diingat bahwa kedua belahan otak kanan dan kiri berfungsi saling melengkapi, bekerja secara kooperatif dalam memproses informasi (Clark, 1988). Sedangkan dikotomi mental sebagai tercemin dalam uraian fungsi belahan otak kanan dan belahan otak kiri oleh Springer, S.P dan Deuthsch, G. (1981 dalam Utami Munandar 1999)
Tabel dikotomi otak :
No | Belahan Otak Kiri | Belahan Otak kanan |
1 | Intelek | Intuisi |
2 | Kovergen | Divergen |
3 | intelektual | Emosional |
4 | Rasional | Mataforik, intuitif |
5 | Verbal | Non verbal |
6 | Horizontal | Vertikal |
7 | Kongkret | Abstrak |
8 | Realistis | Impulsif |
9 | Diarahkan | Bebas |
10 | Diferensial | Eksistensial |
11 | Sekuensial | Multipel |
12 | Historikal | Tanpa batas waktu |
13 | Analisis | Sintesis, holistik |
14 | Eksplisit | Implisit |
15 | Objektif | Subjektif |
16 | Suksesif | Simultan |
Sumber: Springer, S.P. dan Deutch, G. 1981 (dalam Utami Munandar 199)
Dari pandangan Wittrock (1980) dan Spinger dan Deutch (1981) jelaslah bahwa kreativitas merupakan fungsi belahan otak kanan, tercermin dari fungsi divergen, metaforik, intuitif, sintesis, holistik yang semua fungsi tersebut merupakan fungsi kreativitas.
Otak dapat distimulus agar memiliki rangsang yang baik. Jika otak memiliki rangsang yang baik, maka tidak diragukan lagi kinerjanya. Otak kiri memiliki fungsi atau peranan yang lebih dibanding otak kanan ketika kita sedang berpikir, tentang intelegensi seseorang, dan rasionalitas, sedangkan otak kanan manusia memiliki kecenderungan dalam keindahan, seni, dan kegiatan non verbal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kreativitas lebih bersifat eksplorasi atau pengembangan pemikiran yang bersifat umum tentang apa saja dan lebih tertumpu kepada individu atau organisasi yang menggalinya atau mengembangkannya. Terlepas dari kenyataan bahwa daya kreativitas tentu saja sangat terkait dengan potensi genetik yang diperoleh seseorang dari orangtuanya. Lingkungan juga mempunyai peranan besar. Tanpa rangsangan yang tepat, kreativitas anak menjadi kurang maksimal. Mengapa tidak maksimal? Karena di masa kini, daya kreativitas tertinggi menjadi acuan kesuksesan. Seperti yang dikatakan (Selo Soemardjan 1983) Timbul dan tumbuhnya kreativitas dan selanjutnya berkembangnya suatu kresi yang diciptakan oleh seseorang individu tidak dapat luput dari pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu itu hidup dan bekerja.
Banyak motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu tujuan. Sejak anak lahir, gerakannya belum berdifensiasi, selanjutnya baru berkembang menjadi pola dengan kecenderungan kiri atau kanan. Hampir setiap orang mempunyai sisi yang dominan. Pada umunya orang lebih biasa menggunakan tangan kanan (dominasi belahan otak kiri), tetapi ada sebagian orang kidal (dominan otak kanan). Terdapat “dichotomia” yang membagi fungsi mentala menjadi fungsi belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kreativitas memiliki ketergantungan yang sangat terhadap otak.
3.2 Saran
1. Penulisan dan pengkajian mengenai kreativitas ini adalah telaah awal yang harus dikembangkan dan dilanjutkan lebih dalam lagi.
2. Masih banyak teori lain tentang kreativitas menurut para ahli lainnya.
3. Diharapkan jiwa kreatif itu ada di setiap diri kita untuk melahirkan sesuatu yang selalu baru dan positif guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Craft, Anna. 2000. Membangun Kreativitas Anak. Depok: Inisiasi Press.
- Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
- Muhandar, Utami. 1977. Creativity and Education. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Pengembangan Kreativitas oleh DRS.A.M. Heru Basuki, M.Psi.
- Rogers, C. 1982. “Towards a Theory of Creativity.” Dalam P.E Vernon (Ed.), Creativity. Middlesex: Penguin Books.
Lampiran